BUKITTINGGI,Jamgadangnews – Seorang oknum intel prajurit di kota Bukittinggi, Sumatera Barat diduga melanggar disiplin dan Undang-undang Pers saat nekat menahan kerja jurnalis yang meliput di lapangan.
Wahyu Sikumbang, jurnalis yang menjadi korban dugaan kejadian tersebut, menyebutkan, kejadian pada Minggu (9/10) berawal saat dirinya meliput peristiwa ada anak tersiram minyak panas di rumah sakit Madina.
Saat di dalam ruang IGD RS, jurnalis MNC media group tersebut mendapat upaya penghalangan mengambil gambar korban dengan cara pelaku mengibaskan tangan ke kamera.
Tak ingin ribut dan mengganggu pasien dan petugas medis, Wahyu keluar IGD melanjutkan mencatat data kejadian.
Saat itu Vijay, nama oknum prajurit intel Kodim 03/04 Agam tersebut mengikuti keluar dan mendekati Wahyu hingga terjadi adu argument.
“Saya sedang mengetik di ponsel saya, lalu bg Vijay datang dari samping kiri melarang pengungkapan insiden yang menimpa anak itu,” kata Wahyu, Senin (10/10).
Wartawan yang dikenal dengan aparat TNI mengaku heran, dan menanyakan alasan Vijay dekat. “Kenapa bang? Saya tidak menulis atau menyangkut-pautkan insiden ini dengan Kodim, TNI atau Lapangan Wirabraja, hanya menulis tempat kejadian di lapangan kantin,” ungkap Wahyu.
Menurut Wahyu, dia dan rekan-rekan media umumnya sengaja menulis lapangan Wirabraja sebagai lapangan kantin, selain itu lebih dikenal masyarakat juga untuk menjaga hubungan baik dengan mitra Kodim jika insiden atau kasus sensitif yang terjadi disana.
Namun, beberapa orang Vijay tetap bersikukuh sambil mengatakan “Jangan menikah, ini kami selesaikan. Biar kami lapor dulu ke Pasi, katanya,” tulis Wahyu menambahkan.
“Silahkan bang, itu bukan urusan saya, karena saya tidak menulis Kodim, jadi saya tidak perlu konfirmasi ke Pasi Intel atau Dandim. Itu urusan bang, silahkan. Jangan sedikit-sedikit dilarang,” jawab Wahyu yang ternyata tidak diterima oleh Vijay hingga beberapa orang tersebut lepas kendali.
“Dia memaki saya di depan orang ramai, ampek lah katanya. Itu banyak saksi yang mendengarnya, ada sekuriti rumah sakit juga,” jelas Wahyu.
Wahyu mencoba mengingatkan mitra di lapangannya itu, tapi kembali tak digubris bahkan menantang, “Ya, sayacarutkan kamu, mau kamu, kata bang Vijay. Okelah kata saya tak mau terpancing,” sesal Wahyu.
Lalu wartawan ini pergi dari RS melanjutkan liputan ke lapangan kantin, hingga bertemu dengan teman-teman lain yang meliput di tempat kejadian.
Tau teman seprofesinya di kamu dan dimaki, beberapa wartawan menanggapi profesi ini dengan berkoordinasi.
“Ini sudah kelewatan. Selama ini wartawan disangka takut. Saya setuju kita lanjutkan masalah ini,” kata Yursil, wartawan Haluan.
“Mari kita temui Dandim. Biar Dandim yang memanggil beberapa orang tersebut di hadapan wartawan dan dim mengambil agar tidak ada lagi personil yang melanggar kebebasan/hak pers, sebagai efek jera, memang harus dikatakan secara jor-joran,” Akhmad Ikhsan, reporter RRI Bukittinggi menambahkan.
Sementara, jurnalis lain menyebut ulah serupa tak hanya kali ini terjadi. Beberapa waktu lalu, beberapa waktu lalu beberapa wartawan yang mengangkat berita tentang dugaan aktivitas judi di pasar malam lapangan kantin.
“Dulu Rudi (wartawan) dibentak-bentak, diancam. Mereka menganggap kita ini tidak punya harga diri,” sebut Alex, jurnalis sumbartime.com. Hal senada sebagai bentuk protes juga diungkap wartawan lain.
Tak ingin kejadian yang sama terulang dan berlarut dikemudian hari, puluhan wartawan Bukittinggi berencana menemui Dandim 03/04 Agam, Senin(10/10)pagi ini.
*Ketua DPP PJS angkat bicara*
oknum prajurit yang menahan tugas di lapangan sangat disealkan oleh Ketua Umum DPP PJS, Mahmud Marhaba. mengatakan bahwa sebagai mitra yang baik seharusnya memberi dukungan atas tugas jurnalis bukan menahannya.
Ini melanggar UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers khususnya pasal 18 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta,” tegas Mahmud Marhaba yang juga selaku Ahli Pers dari Dewan Pers.
Atas tindakan oknum prajurit tersebut Mahmud meminta agar pimpinan TNI segera melakukan tindakan kepada yang bersangkutan.
pun meminta jika wartawan merasa terancam dan mendapat perlukan yang tidak disertai dengan ancaman kebakaran segera dilaporkan hal ini ke pihak kepolisian untuk proses sesuai hukum yang berlaku di tanah air.
(Bgd/redaksi)