Berita  

Sembahyang 40 Selama Ramadhan

Kabupaten Agam merupakan luak nan tuo dari tiga luak yang ada di Sumatera Barat, yakni ada luak lima puluh kota dan luak tanah datar yang sekarang disebut kabupaten di Sumatera Barat.

Di kabupaten Agam banyak surau dan masjid jadi pusat keramaian, apalagi setiap kali bulan puasa. Tiap malam surau hidup dengan aktivitas ibadah Ramadhan yang dilakukan umat Islam.

Ada surau milik korong atau nagari dan banyak pula surau milik kaum. Artinya setiap kaum atau suku punya sebuah surau tempat mereka beribadah, sekalian membangun peradaban di kalangan kaumnya sendiri. Surau kaum itu dapat kita jumpai di Kecamatan lV Koto. Dan juga ada surau dan masjid yang milik pribadi orang perorang.

Meskipun bangunan milik pribadi, tetap saja menjadi tempat beribadah secara bersama oleh masyarakat. Karena memang, tujuan orang itu membuat surau untuk memudahkan masyarakat, yang selama ini terasa jauh berjalan sembahyang ke surau.

Semua surau, baik yang statusnya milik kaum, korong, nagari, dan pribadi saat bulan puasa menjadi pusat ibadah Ramadhan oleh banyak orang.

Pergeserannya, sekarang orang yang tidur di surau sudah sangat jarang, kalau tidak kita sebut tidak ada sama sekali. Kecuali bagi surau yang melakukan tradisi sembahyang 40 hari. Itu memang peserta yang pada umumnya kaum perempuan tua-tua, mereka tidur di surau.

Berada di lereng gunung Singgalang, Seperti yang ditemui, Jamaah Syathariah di masjid milik Tuanku Ismet bin Tuanku Ismail bin Syekh Aluma. sekitar 20 orang tua-tua di Masjid Al Ihsan jorong Galudua, Koto Tuo lV Koto Kabupaten Agam, yang mewiridkan sembahyang 40 hari selama puasa. Artinya, wirid itu dimulainya 10 hari jelang puasa masuk. Pas Idul Fitri datang, pelaksanaan sembahyang 40 hari pun selesai.

Di masjid kampung itu juga beda jumlah Shalat Tarwih-nya dengan surau atau masjid yang ada di perkotaan. Mereka lebih memilih jumlah rakaat yang banyak, 23 rakaat plus witir. Itu dasar ilmu pengetahuan yang diwarisi oleh ulama yang tinggal dan mengabdi di surau itu mengimami Shalat Tarwih.

Mereka konsisten dengan tata cara pelaksanaan ibadah Ramadhan demikian. Meskipun ada desakan dari warga kampung itu untuk berubah menjadi jumlah rakaatnya 11 plus Witir, mereka biasanya tetap dengan tatacara lama yang sudah dilakukan sejak dulu.

Jelang Tarwih atau setelah Isya, juga ada ceramah, yang ustad nya juga bergiliran. Hanya orang tadarus di surau itu yang jumlahnya mulai berkurang. Kalau dulu ada dua sampai empat kelompok bertadarus Quran, sekarang dikeluarkan tak ada. Bahkan mulai Shalat Tarwih-nya pun agak cepat dari biasanya.

Belakangan, bertambah menjadi rumah Tahfiz. Tak jarang surau-surau itu juga melakukan aktivitas mengumpulkan anak-anak yang mengaji hafidz Quran. Para pemimpin surau yang terdiri dari tuanku muda-muda, berkumpul dalam satu wadah yang bernama Ikatan Guru Mengaji ( IGM ). Setiap kecamatan IGM ini aktif melakukan kegiatan khatam Quran, lomba MTQ dan kegiatan bernuansa agama lainnya, yang menyebabkan surau terus berkembang.


Studi Revitalisasi Aqidah Umat” Sebab, di surau juga belajar akhlak dan akhlak melalui tasawuf, di samping mendalami ilmu hadis dan tafsir.

Penulis: Alex Editor: Alex armanca