Tanaman sering kali menghadapi berbagai ancaman yang dapat mengurangi hasil panen atau bahkan merusaknya sepenuhnya. Salah satu ancaman utama adalah kerusakan yang disebabkan oleh hewan. Hewan-hewan ini, baik liar maupun peliharaan, dapat merusak tanaman secara langsung maupun tidak langsung.
Salah satu contoh hadis mukhtalif yang menyebabkan perbedaan pandangan di kalangan fuqaha adalah mengenai kewajiban pemilik binatang untuk mengganti kerugian atas tanaman yang dirusak oleh binatang tersebut. Dalam hal ini, terdapat dua hadis yang memiliki makna yang bertentangan.
عن أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عَلَيْه وَسَلَّمَ قَالَ الْعَجْمَاءُ جُبَارٌ وَالْبِشْرُ جُبَارٌ وَالْمَعْدِنُ جُبَارُ وَفِي الزَّكَارِ الْخُمْسُ
Dari Abu Hurairah bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Kecederaan kerana binatang adalah sia-sia (tidak ada ganti rugi), jatuh dalam telaga adalah sia-sia, jatuh dalam lombong adalah sia-sia dan pada harta tertanam itu diambil satu perlima (sebagai zakat). (al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Tirmizi, al-Nasa’i, Ibn Majah)
من حرام من مختصة عن أبيه أن نَاقَة لِلْبَرَاءِ بن عازب دخلت حَائِط رَجُرٍ فَأَقْسَدْنَا عَلَيْهِمْ يَقْضَى رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم على أهل الأموال حفظها بالنهار وعلَى أَهْلِ الْمَوَاشِي حفظها بِاللَّيْلِ
Dari Haram bin Muhaiyyisah, dari ayahnya, bahwa seekor unta milik Bara bin ‘Azib pernah masuk ke dalam kebun seseorang dan merusaknya. Rasulullah ﷺ kemudian memutuskan bahwa pemilik harta (seperti kebun) bertanggung jawab untuk menjaganya pada siang hari, sedangkan pemilik ternak bertanggung jawab untuk menjaga hewannya pada malam hari. (Abu Daud)
Wajah Ta’arudh
Hadis pertama, yaitu hadis Abu Hurairah, menyatakan bahwa pemilik hewan tidak diwajibkan membayar ganti rugi jika hewannya merusak tanaman milik orang lain. Sementara itu, hadis Muhaiyyisah menetapkan bahwa pemilik hewan dikenakan ganti rugi apabila kerusakan terjadi pada malam hari. Namun, jika kerusakan terjadi pada siang hari, tidak ada kewajiban ganti rugi baginya. Hadis pertama memberikan penafian ganti rugi secara umum, sedangkan hadis kedua memperjelas bahwa ganti rugi hanya berlaku dalam kondisi tertentu, yakni pada waktu malam.
Bagaimana penyelesaian masalah Ini?
Sebagian besar ulama menyelesaikan konflik antara kedua hadis tersebut dengan menggunakan metode takhsis, yaitu membatasi makna umum suatu teks hanya pada sebagian kelompok atau individu tertentu. Dengan demikian, makna umum teks tersebut tidak diambil secara literal, melainkan sebagian individu dikecualikan dari penerapan hukum yang bersifat umum.
Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang memiliki makna umum, diinterpretasikan secara khusus pada siang hari berdasarkan pemahaman dari hadis Muhaiyyisah yang bersifat khusus. Hal ini menunjukkan bahwa penafian terhadap ganti rugi hanya berlaku untuk kasus yang terjadi pada siang hari, karena pada waktu tersebut pemilik kebun atau tanaman bertanggung jawab untuk menjaga harta mereka. Dengan demikian, kerusakan akibat binatang pada siang hari dianggap sebagai akibat dari kelalaian pemilik tanaman. Sebaliknya, pada malam hari, tanggung jawab beralih kepada pemilik ternak untuk memastikan binatang mereka tidak lepas dan merusak tanaman milik orang lain. Oleh karena itu, segala kerusakan yang terjadi pada malam hari menjadi tanggung jawab pemilik ternak.
Menurut pandangan Imam Abu Hanifah, penentuan kewajiban membayar ganti rugi tidak didasarkan pada waktu, melainkan pada tingkat kelalaian pemilik hewan, tanpa memandang apakah kerusakan terjadi pada siang atau malam hari. Berdasarkan hadis Muhaiyyisah, beliau menegaskan bahwa kelalaian pemilik hewan menjadi faktor utama. Dalam kebiasaan, pemilik hewan bertanggung jawab menjaga hewannya pada malam hari. Oleh karena itu, jika kerusakan tanaman terjadi akibat kelalaian pemilik pada siang hari, ia wajib membayar ganti rugi. Namun, jika pada malam hari hewan telah dijaga dengan baik dan tidak ada unsur kelalaian, maka pemiliknya tidak dikenakan kewajiban ganti rugi atas kerusakan tersebut.
Kesimpulannya adalah bahwa kedua hadis tersebut memberikan panduan yang saling melengkapi terkait kewajiban pemilik hewan atas kerusakan yang ditimbulkan. Hadis pertama secara umum menyatakan bahwa pemilik hewan tidak diwajibkan membayar ganti rugi atas kerusakan tanaman. Namun, hadis Muhaiyyisah memberikan penjelasan lebih spesifik, yaitu kewajiban ganti rugi berlaku jika kerusakan terjadi pada malam hari karena pada waktu tersebut hewan biasanya harus dijaga oleh pemiliknya. Dengan demikian, kewajiban ganti rugi ditentukan berdasarkan situasi dan waktu terjadinya kerusakan, khususnya dalam konteks malam hari sebagai waktu yang lebih rentan terhadap kelalaian pemilik hewan.
Profil Penulis
Nama : Ahmad Anastiar Jefri
Tempat/Tanggal Lahir : Lawang, 25 September 2003
Fakultas/Jurusan : Ushuluddin Adab dan Dakwah/Ilmu Hadis
Universitas : Universitas Islam Negeri Sjech M Djamil Djambek Bukittinggi
Email : ahmadjefri2504@gmail.com