PADANG, 9 April 2025 — Hari Idul Fitri yang seharusnya penuh kehangatan berubah menjadi catatan kelabu di Rumah Dinas Gubernur Sumatera Barat. Di tengah sukacita Lebaran, sejumlah jurnalis dan warga justru dihadang ketika ingin bersilaturahmi dengan Gubernur H. Mahyeldi Ansharullah.
Pagi itu, Selasa 1 April 2025, harapan untuk bertemu sang kepala daerah pupus di depan gerbang. Petugas Satpol PP berdiri tegas, menyampaikan satu kalimat yang membuat kecewa: “Maaf, tamu dibatasi atas instruksi pimpinan.”
“Ini menyakitkan,” kata Fal Sanar, jurnalis yang ikut hadir. “Kami datang bukan untuk membuat gaduh, hanya ingin menjalin silaturahmi seperti tahun-tahun sebelumnya.”
Tak hanya jurnalis, warga biasa pun ikut merasakan pahitnya penolakan. Seorang ibu yang menggendong bayinya datang dengan harapan sederhana: bertemu gubernur di hari suci. Namun ia juga dipulangkan dengan alasan yang sama.
“Saya bukan pengemis. Saya cuma ingin bertemu pemimpin saya,” ucapnya pelan, menahan haru.
Kontras mencolok terlihat di tempat lain. Rumah Ketua DPRD Sumbar, H. Muhidi, dibuka lebar. Tamu datang silih berganti, disambut dengan tangan terbuka dan wajah ramah. Tak ada sekat. Tak ada penghalang.
Kejadian di rumah dinas gubernur langsung memantik reaksi keras dari tokoh pers senior Sumatera Barat, Dr. Ir. H. Basril Basyar, MM. Ia menyebut tindakan pembatasan ini sebagai bentuk pelecehan terhadap fungsi jurnalis dan semangat keterbukaan.
“Ini bukan hanya soal ditolak masuk. Ini soal bagaimana pemimpin memandang rakyat dan pers,” tegas Basril, Ketua Dewan Pembina KJI dan penerima penghargaan Pers Card Number One.
Menurutnya, momentum Idul Fitri seharusnya menjadi jembatan penguat hubungan pemerintah dan masyarakat. Namun yang terjadi justru sebaliknya — jurang kekecewaan semakin lebar.
Pihak Pemprov melalui Kepala Biro Administrasi Pimpinan, Mursalim, membantah ada pembatasan. Tapi bagi mereka yang merasakan langsung di lapangan, sanggahan itu justru memperkeruh keadaan.
“Kalau memang tidak dibatasi, kenapa kami ditolak di depan pintu?” tanya Dodi Indra, jurnalis yang juga hadir saat itu.
Basril Basyar berharap kejadian ini tidak dianggap angin lalu. Ia mendesak evaluasi dan tanggung jawab nyata dari pihak yang berwenang. “Kejadian seperti ini tak boleh terulang. Pers adalah mitra, bukan musuh,” pungkasnya.