Poto: istimewa, Sabtu 25 mai 2024
BUKITTIGGI – Tahun 2024 jadi ajang pertarungan calon-calon kepala daerah yang akan maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), seperti salah satu contoh di Bukittinggi, kota yang selalu menghadirkan ceritanya tentang tensi politik yang tidak pernah bosan untuk dicermati.
Sejatinya setiap warga berhak ikut dalam kontestasi ini, hanya saja ada sejumlah aturan (yang sudah ditetapkan), yang harus ditempuh demi tercapainya impian tersebut.
Dan apabila sukses melewati aturan ini, maka pada umumnya setiap calon telah menentukan strategi yang beragam mulai dari bentuk pencalonan, strategi kampanye, metode menarik massa dan masih banyak lagi. Dan ketika itu juga masyarakat bisa melihat dan mengetahui pasangan calon kepala daerah yang turut serta meramaikan Pemilihan Serentak 2024.
Uniknya, terkadang (calon) yang digadang-gadang maju pada suatu pemilihan (karena) tidak memenuhi syarat untuk dapat lolos persyaratan dijalur perseorangan maupun partai politik justru gagal melanjutkan langkahnya.
Oleh sebab itu perlu persiapan matang dalam mengikuti proses ini, jangan hanya bicara tetapi ada kerja nyata berkontribusi jika benar-benar akan ikut serta bertarung dalam kancah pemilihan. Kesungguhan bisa dibuktikan dengan cara mengikuti serangkaian prosedur.
Pada setiap pemilihan juga akan muncul wajah lama dan baru. Pertanyaannya adalah sejauh mana wajah lama dan baru ini menarik minat masyarakat?
Tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah sendiri dimulai dari pengumuman pendaftaran pasangan calon, dilanjutkan dengan pendaftaran pasangan calon, penelitian persyaratan calon, penetapan pasangan calon, pelaksanaan kampanye, pelaksanaan pemungutan suara, penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara, penetapan calon terpilih, penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil pemilihan, hingga pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih.
Melirik Petahana
Bagi kepala daerah yang ikut serta diperiode kedua, tentu ada sisi tambah dan kurang ketika bersaing dengan pasangan calon yang baru ikut dalam pemilihan kepala daerah. Sebagai petahana tentu mereka sudah punya rekam jejak dan mudah dilihat oleh masyarakat, rekam jejak entah itu kemajuan, diam ditempat, bahkan kemunduran.
Dan yang perlu diingat, menjadi calon petahana disebuah pemilihan juga dibatasi oleh sejumlah aturan. Aturan yang tertuang dalam PKPU Nomor 15 tahun 2017, khususnya Pasal 89 yaitu:
Bakal calon selaku petahana dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan dalam negeri.
Bakal calon selaku petahana dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan pemerintah daerah untuk kegiatan pemilihan 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Dalam hal bakal calon selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), petahana yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Aturan tersebut diatas bukan hanya isapan jempol semata, karena semua mata tertuju untuk mengawasi. Apakah petahana menjalankan aturan tersebut atau malah melanggar demi melancarkan tujuan yang hendak dicapai.
Menatap Wajah Baru Bukittinggi
Dan selain calon petahana, disetiap pemilihan juga muncul calon-calon pendatang baru. Makna baru disini bisa orang tersebut baru pertama kali ikut dalam proses pemilihan atau mereka yang sempat maju di pemilihan kepala daerah sebelumnya namun tidak berhasil dan mencoba peruntungannya kembali di pemilihan berikutnya. Apapun itu tentunya kehadiran mereka turut meramaikan proses pemilihan.
Mereka juga punya peluang yang sama untuk terpilih sebagai walikota dan wakil walikota di Tanah kelahiran Bung Hatta. Juga punya sisi tambah dan kurang sebagaimana halnya calon petahana.
Apabila calon petahana dilebihkan karena memiliki rekam jejak, mereka yang baru turun gelanggang tentunya lemah disini, namun mereka tergolong segar untuk ide dan program yang hendak ditawarkan kepada masyarakat. Mereka juga kerap menjual optimisme dan semangat untuk membangun daerah lebih baik.
Penghantar dan Yang Diantar
Lamar melamar dengan mahar politik disepakati di antara mereka, baik dari pihak pasangan bakal calon atau partai politik sebagai pengusung. Kesepakatan hendaknya mengandung norma kesepahaman dengan tingkat kerugian bisa ditekan, baik materi maupun non materi.
Ada intrik yang akan menghiasi saat pencalonan pada pemilihan baik berasal dari dalam partai maupun luar partai. Segala kemungkinan bisa terjadi ketika posisi harga tawar menentukan.
Sebagai pengurus dan anggota partai politik tentunya berkeinginan bakal pasangan calon tersebut berasal dari tubuh partai. Dengan sendirinya, akan menjaga nama baik partai juga potensi yang dimiliki dari partai tersebut memang nyata dan punya nilai jual. Jika diperhatikan ada di antara pasangan calon terisikan oleh orang yang berasal dari luar partai.
Bakal pasangan calon perseorangan menitikberatkan pada proses persyaratan dukungan yang harus di tempuh dengan mengumpulkan bukti dukungan dari masyarakat berupa foto copy KTP-el yang memenuhi jumlah syarat dukungannya 10% dari DPT di Bukittinggi, yakni 9.507.
Tidak berhenti sampai disitu, tetapi harus ada tindak lanjut dari penyelenggara terhadap jumlah dukungan tersebut dengan melalukan verifikasi administrasi, Verifikasi faktual dan rekapitulasi dukungan.
Jika dinyatakan memenuhi syarat dukungan, maka pasangan calon perseorangan tersebut tinggal menunggu proses pendaftaran pemilihan bersama bakal pasangan calon. Namun apabila belum memenuhi syarat, para pasangan calon harus melakukan perbaikan berkas dukungan pada masa tahapan perbaikan.
Masyarakat selaku pemilih pada saat ini mempunyai kecenderungan tidak telalu fokus mengenai pengusung calon, entah itu parpol maupun jalur perseorangan. Mereka umumnya hanya melihat sosok pasangan calon yang akan bertanding pada November 2024 mendatang, dan tidak melihat dari partai mana berasal.
Kepentingan masyarakat awam bukan terhadap partainya tetapi pada gencarnya menyosialisasikan pasangan tersebut, kadang partai membawa bumerang. Maka diperlukan kehati-hatian dalam bergerak untuk menjual sosok tersebut.
Akhir Pencapaian
Popularitas tidak serta merta memudahkan untuk hasil terbaik, harus ada proses perjuangan yang tak kenal letih dan jangan hanya mengandalkan hal itu. Berlakulah sportif dan saling mengisi satu sama lain dalam melaksanakan setiap proses tahapan.
Menjadi kepala daerah adalah dambaan semua orang dan tidak semua bisa mencapainya. Calon kepala daerah baik yang diusung oleh partai politik ataupun memalui jalur perseorangan tentunya punya tujuan yang sama, menghendaki proses penyelenggaraan pemilihan bisa berjalan dengan tertib, aman dan damai.
Sang pemimpin daerah bak Raja Kecil yang selalu di sanjung dan dituruti, harapan masyarakat akan kemajuan daerah di berbagai bidang berada dipundaknya. Untuk itu janganlah membuat kecewa karena mereka yang sudah menjadi bagian pada wilayah yang dipimpin. Jangan mengkhianati dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Apalagi janji janji palsu.
Artinya, Tentang program yang di tawarkan, masing masing calon. Apakah dapat atau pun sinkron dengan keinginan serta isu strategis daerah saat ini yang sesuai dengan dinamika politik nasional.
Nah..!! Dari konteks ini para kandidat mesti berfikir “Out Of The Box”.
Artinya, semua calon yang ada di kota Bukittinggi mesti mengasah otak, pasalnya semua janji politik Erman Safar 2020 lalu semua ia tuntaskan melalui program yang menyentuh langsung ke masyarakat…. eemm..!!
(Penulis: jamgadangnews.com kreatif)