Jas itu terlalu sempurna untuk tidak diperhatikan. Kau melihatnya dari kejauhan.
Seorang pria paruh baya, melangkah mantap, dengan setelan rapi dan aroma parfum mahal yang samar tercium saat ia melewatimu. Matanya tajam, tapi ada gelisah tersembunyi di balik senyumnya. Tangannya merapikan dasi. Ia menuju meja di pojok kanan, tepat di bawah lampu gantung yang remang.
Kau tak bisa menahan diri untuk mencuri pandang. Ada aura percaya diri dalam langkahnya, seperti seseorang yang datang untuk sesuatu yang penting—atau mungkin… terlarang.
Di kursinya, ia duduk tenang. Memesan secangkir kopi. Matanya sesekali menatap pintu masuk. Kau tahu ia sedang menunggu seseorang. Dan tak lama kemudian, dia datang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seorang perempuan muda, anggun, berambut sebahu. Wajahnya bersih, senyumnya hangat. Wangi parfumnya menyelinap di udara, aroma manis yang menyatu dengan udara malam yang dingin. Saat keduanya duduk saling berhadapan, suasana di meja itu seolah punya dunia sendiri.
Kau bisa melihat tangan mereka saling menggenggam. Tatapan mereka penuh rahasia. Kau mendengar si pria berkata lirih, “Kamu sangat cantik malam ini.”
Perempuan itu tertawa pelan. “Bapak juga tampan malam ini,” jawabnya manja. Kau merasakan atmosfernya berubah. Bukan lagi sekadar temu biasa—ini penuh ketegangan manis, namun juga samar akan sesuatu yang keliru.
Lalu, kau melihatnya. Tatapan sang pria bergeser. Pandangannya tertancap ke arah sudut kiri kafe, tempat sepasang kekasih duduk berdekatan. Perlahan kau ikut menoleh.
Dunia seperti berhenti. Kau melihat wanita itu istrinya. Duduk berdua dengan seorang lelaki muda. Mereka tertawa pelan, dekat, terlalu dekat.
Wajah pria paruh baya itu menegang. Matanya membelalak, seolah tak percaya. Napasnya berubah cepat. Kau nyaris bisa mendengar jantungnya berdetak dari seberang ruangan. Wanita muda yang bersamanya pun menyadari. Tatapannya mengarah ke tempat yang sama, dan ekspresinya berubah drastis.
Kau merasakan suhu ruangan turun. Ada kebisuan yang menyiksa. Dalam sekejap, dua hubungan terbongkar dalam satu tempat. Dua pengkhianatan saling beradu di antara aroma kopi dan musik lembut kafe malam itu.
Perempuan muda itu bangkit. Tidak berkata apa pun. Hanya tatapan kecewa dan lesu yang tertinggal di kursinya. Ia berjalan cepat keluar dari kafe, meninggalkan si pria yang kini tampak lebih tua dari sebelumnya.
Dan kau hanya duduk diam, menjadi saksi dari sebuah malam yang berubah dari manis menjadi getir. Ketika dua hati yang bermain api, akhirnya terbakar oleh apinya sendiri.
Bukittinggi, 3 Agustus 2025
Penulis : Eri Piliang