Oleh : Asmi Yuriana Dewi, M.Pd. (Guru SMAN 11 Padang)
Kurikulum merdeka mengharapkan satuan pendidikan menyediakan ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan minat, bakat, dan potensi yang dimiliki secara optimal. Sekolah mengakomodasi kebutuhan peserta didik, baik sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. “Memerdekakan dan mendengarkan peserta didik” merupakan Kurikulum Merdeka yang kemudian menjadi gerbang untuk peserta didik mengembangkan ide dan menghasilkan karya.
“Peserta didik bahagia di sekolah”, itulah indikator dalam Kurikulum Merdeka yang pernah disampaikan Direktur Pendidikan Menengah dan Khusus dalam kunjungan podcast di SMAN 11 Padang. Peserta didik harus nyaman dan bahagia di sekolah agar dapat mengeksplorasi minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki. Mereka harus memahami bahwa mereka memiliki minat, bakat, dan kemampuan. Sekolah pun membantu dengan memetakan minat, bakat, dan kemampuan peserta didik melalui instrumen yang diberikan. Dari data instrumen itulah, sekolah menganalisis minat, bakat, dan kemampuan peserta didik, serta mengelompokkan dan memfasilitasi peserta dalam mengembangkan kreativitas.
Dalam tahap analisis, sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan proyek penguatan profil pelajar pancasila yang menjadi dasar dalam pengembangan Kurikulum Merdeka. Analisis aset yang dimiliki sekolah menyangkut tujuh aset komponen pendukung sekolah, di antaranya modal manusia, modal fisik, modal lingkungan, modal finansial, modal sosial, modal politik, modal agama, dan modal budaya. Analisis komponen pendukung sekolah ini menjadi acuan dalam pemenuhan kebutuhan peserta didik. Salah satu analisis komponen dikembangkan berdasarkan teknologi dan informasi.
Perkembangan teknologi dan informasi salah satunya berdampak pada perkembangan cabang olahraga saat ini. Akhir-akhir ini e-sport lahir sebagai cabang olahraga prestasi yang telah diakui secara internasional. E-sport adalah cabang olahraga yang menggunakan game sebagai cabang kompetitifnya. Pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XX, e-sport menjadi salah satu cabang yang dipertandingkan. Perkembangan e-sport ini berdampak pada dunia pendidikan dengan mayoritas peserta didik yang gemar bermain game. Apalagi, pascapandemi covid-19, pembelajaran yang sebelumnya dilaksanakan secara daring (dalam jaringan) kini kembali menjadi pembelajaran tatap muka new normal. Sekolah yang sebelum pandemi melakukan pembatasan bagi peserta didik untuk membawa handphone ke sekolah, kini tidak lagi. Pembelajaran yang dilaksanakan justru dikembangkan ke arah digitalisasi berupa pelaksanaan pembelajaran kolaborasi daring dan tatap muka.
Bukan hal yang asing saat ini jika peserta didik memanfaatkan waktu istirahat dengan bermain game. Bahkan, mereka rela tidak ke kantin demi games atau bahkan mencuri-curi waktu belajar untuk games. Dilema etika terkadang muncul melihat peserta didik sibuk dengan games, tak peduli dengan guru yang lewat di depan peserta didik sekali pun. Dilema juga muncul dari laporan orang tua saat kegiatan parenting bahwa peserta didik lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain games di rumah. Orang tua harus meminta anaknya keluar kamar untuk makan. Lalu, selebihnya aktivitas dilakukan di kamar dengan handphone dan games. Peserta didik juga tidak lagi melakukan persiapan untuk penilaian sumatif karena menghabiskan waktu dengan games online bersama teman-temannya dengan istilah main bareng (mabar) sampai larut malam. Games online menjadi momok bagi orang tua yang perlu dicari solusinya.
Pro dan kontra maraknya peserta didik yang menghabiskan waktu dengan games online menjadi diskusi yang tidak akan habis. Tidak ada salahnya peserta didik bermain games online, namun tentunya dengan disiplin diri dan kontrol dari sekolah dan orang tua. Sekolah dan orang tua perlu membuat kesepakatan dengan peserta didik dalam memantau kegiatan, terutama aktivitas dengan gadget. Jika tidak ada disiplin positif, akan berdampak negatif bagi peserta didik.
Kegiatan parenting yang dilakukan sekolah juga merupakan solusi dalam mengontrol peserta didik. Orang tua harus memahami bahwa perlu membuat teknik membuat kesepakatan dengan anak terkait penggunaan handphone dan aktivitas games online ini. Kesepakatan dilakukan dengan mengajak anak berdiskusi dan sekolah menjadi perantara dalam membangun kesepakatan tersebut. Kegiatan parenting perlu dilaksanakan secara terus-menerus untuk mengevaluasi kendala dan pencapaian dari kesepakatan yang telah dibuat. Sekolah perlu menganalisis kondisi peserta didik berdasarkan latar belakang keluarga dan kebiasaan di rumah.
Sebagai Sekolah Penggerak Angkatan 2, SMAN 11 Padang berusaha menyikapi kondisi peserta didik yang menggunakan handphone dan bermain games online secara bertahap. Salah satunya dengan kesepakatan tidak ada penggunaan handphone dalam pembelajaran, kecuali ada instruksi dari guru. Memang tidak mudah mengubah kebiasaan peserta didik yang hampir dua tahun menggunakan handphone saat pembelajaran secara daring di rumah. Namun, dengan Kurikulum Merdeka Belajar, diterapkan batasan yang bersifat bijak kepada peserta didik, terutama dalam maraknya pertandingan e-sport di berbagai iven.
Merdeka tetapi bijaksana, itulah tujuan sekolah dalam mengakomodasi keinginan peserta didik dalam kegiatan e-sport ini. Salah satunya, OSIS SMAN 11 Padang mengadakan event e-sport saat kegiatan classmeeting tahun pelajaran 2022/2023. Pihak sekolah tentu tidak serta mengiyakan atau melarang kegiatan tersebut. Analisis keinginan peserta didik yang luar biasa dari semua tingkat, kelas XI dan kelas XII pun dilakukan. E-sport sebagai cabang olahraga yang resmi dan berdampak terhadap orang tua pun ditelaah. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan diskusi oleh pimpinan sekolah dan Pembina OSIS dengan pihak panitia penyelenggara OSIS untuk membangun kesepakatan mengenai teknik pelaksanaan. Lalu, lahirlah kebijakan yang menyatakan bahwa peserta didik yang diizinkan untuk mengikuti kegiatan e-sport adalah siswa yang memiliki nilai rata-rata rapor minimal 80. Hal ini menjadi substansi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut karena bertujuan untuk memberi pemahaman kepada peserta didik bahwasanya sekolah tidak melarang kegiatan e-sport, tetapi harus ada disiplin diri dari peserta didik sebagai pelajar demi menyelaraskan minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki.
Kebijakan sekolah tentunya tidak mudah diterima peserta didik. Namun, hal ini menjadi refleksi bagi peserta didik bahwa games harus dibarengi dengan manajemen waktu dan disiplin positif. Membangun kesepakatan dengan peserta didik adalah target dari kebijakan sekolah agar peserta didik bisa menjadikan games sebagai hiburan yang tidak mengganggu aktivitas pembelajaran. Untuk mendukung kegiatan tersebut, apresiasi terhadap kegiatan e-sport diberikan dengan izin berkolaborasi dengan SMAN 11 TV sebagai media partner. Hal ini menjadi wujud sekolah dalam mengakomodasi kebutuhan peserta didik dalam mengembangkan minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki. Kegiatan e-sport didokumentasikan dan kegiatan final ditayangkan secara live oleh SMAN11TV melalui Youtube sekolah (bit.ly/e-sport_SMA11Padang). Crew TV pun merupakan peserta didik yang berbakat dalam bidang broadcasting. Sekolah berusaha memerdekakan peserta didik dalam mengembangkan kreativitasnya, tetapi bijaksana dalam pelaksanaan.
Dengan Kurikulum Merdeka, sekolah memfasilitasi kegiatan peserta didik yang bertujuan untuk mengembangkan minat, bakat, dan kemampuan, sekaligus menanamkan kesadaran kepada peserta didik mengenai dampak positif dan dampak negatif dari kegiatan yang dilaksanakan. Kegiatan ini mengajak peserta didik untuk lebih memahami diri dan membangun manajemen dalam mengembangkan minat dan bakat, namun tetap bijak dan terarah. Kurikulum merdeka mewujudkan peserta didik yang siap untuk melanjutkan masa depan dengan tetap mempunyai karakter yang sesuai dengan profil pelajar pancasila, di antaranya beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulai; mandiri; bernalar kritis; kreatif; bergotong-royong; dan berkebhinekaan global. Karakter dasar akan menjadi bekal bagi peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan hidup di tengah masyarakat.