Realisasi penyaluran KUR hingga 12 Mei 2023 mencapai Rp62,5 triliun.
Jakarta,JamGadangNews.com
Komitmen pemerintah untuk memberikan dukungan kepada pelaku usaha mikro, dan menengah (UMKM) cukup jelas dan tak terbantahkan. Peran sektor itu memang cukup besar sebagai penggerak perekonomian nasional. Lantaran itulah, bentuk afirmasi ke sektor UMKM adalah terus memberikan kredit usaha rakyat (KUR).
Tahun ini, pemerintah siap mengucurkan dana KUR sebesar Rp415 triliun dari plafon sebelumnya sebesar Rp373 triliun. Melalui dana KUR, seperti disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pelbagai kesempatan, masyarakat diharapkan dapat memanfaatkannya untuk permodalan bagi pelaku UMKM.
“Dengan demikian, mereka diharapkan bisa berkembang, maju, dan bersaing di pasar dalam negeri maupun luar negeri sehingga perekonomian Indonesia terdongkrak dan bergerak lebih kencang lagi,” ujarnya.
Bahkan kini, terkait bentuk pembiayaan KUR, pemerintah telah menetapkan bunga sebesar 3 persen untuk KUR supermikro dan bunga single digit untuk KUR mikro. “Kebijakan itu merupakan bentuk afirmatif pemerintah ke sektor UMKM yang menguasai 61 persen PDB Indonesia,” tambah Menko Airlangga.
Selain sumbangan terhadap PDB yang besar, sektor itu juga memberikan sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja hingga 97 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional. Jadi keberadaan program kredit usaha rakyat/KUR yang kian ramah untuk nasabah adalah sebuah keharusan.
Tak hanya tawaran bunga kredit rendah mulai dari 3 persen, pemerintah juga meminta bank penyalur KUR untuk memberikan keringanan, berupa bebas anggunan bagi debitur mikro maupun supermikro. Keringanan itu tertuang lewat Peraturan Menteri Koordinator bidang Perekonomian 1-2023 yang terbit pada akhir Januari 2023.
Pada aturan itu, keringanan bunga dan agunan diutamakan untuk debitur KUR supermikro dan mikro dengan maksimal pinjaman tidak lebih dari Rp100 juta. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, kebijakan bunga KUR supermikro jadi 3 persen ini jadi wujud keberpihakan kepada para pekerja yang terkena PHK dan ibu rumah tangga agar bisa menjalankan usahanya lebih produktif.
Jika dirinci, dengan kebijakan KUR itu, debitur KUR supermikro mendapatkan fasilitas bunga kredit 3 persen dengan plafon kredit maksimal Rp10 juta. Segmen ini diberikan tenor 3–5 tahun. Sedangkan debitur KUR mikro akan dikenai bunga kredit sesuai tipe penerima, misalnya debitur pertama kali mengajukan KUR bisa mendapatkan bunga 6 persen, kedua kali 7 persen, ketiga kali 8 persen, dan keempat kali 9 persen. Pemerintah menentukan plafon KUR untuk mikro mulai dari Rp10juta–Rp100 juta.
Yang menjadi istimewa untuk debitur KUR supermikro dan mikro adalah mereka tidak diwajibkan untuk memenuhi agunan tambahan, namun tetap menyepakati agunan pokok. Sementara itu, debitur KUR yang mendapat pinjaman di atas Rp100 juta tetap memenuhi ketentuan agunan pokok dan tambahan.
Tentu, kebijakan itu menjadi angin segar bagi masyarakat, terutama untuk pekerja dan ibu rumah tangga. Saat ini, mayoritas KUR tersalurkan untuk usaha mikro, sedangkan pelaku supermikro tetap kecil. Dari data Kementerian Perekonomian, tahun 2022 dari total 7,62 juta debitur KUR, sebanyak 66,11 persen adalah debitur mikro, 31,84 persen untuk debitur kecil, dan 1,74 persen debitur supermikro dan di bawah 1 persen PMI.
Bagaimana realisasi penyaluran KUR saat ini? Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi penyaluran KUR hingga 12 Mei 2023 telah mencapai Rp62,5 triliun. Menurut Ditjen Perbendaharaan, realisasi tersebut setara 15,07 persen dari target penyaluran KUR tahun ini yang sebesar Rp415 triliun, dan telah disalurkan kepada 1.126.826 debitur.
“Pemerintah terus meningkatkan kapasitas usaha bagi pelaku UMKM, di antaranya melalui penyaluran KUR agar akses penambahan modal usaha dapat terus meningkat dan UMKM bisa kian berkembang,” sebut Ditjen Perbendaharaan, Kemenkeu yang dikutip dari postingan akun Instagram @ditjenperbendaharaan, Senin (29/5/2023).
Jika dilihat berdasarkan wilayahnya, realisasi tersebut telah disalurkan di antaranya, ke Pulau Sumatra sebesar Rp14,79 triliun dengan 226.972 debitur, Kalimantan (Rp4,1 triliun dengan 62.736 debitur), Sulawesi (Rp6,1 triliun dengan 120.576 debitur), Maluku dan papua (Rp1 triliun kepada 19.131 debitur), Jawa (Rp32,48 triliun dengan 630.056 debitur), serta Bali dan Nusa Tenggara Rp3,9 triliun dengan 64.341 debitur.
Untuk diketahui, proporsi penyaluran KUR selama 2023 disalurkan berdasarkan jenisnya, yakni KUR mikro dengan porsi sebesar 62,12 persen, KUR kecil 36,0 persen, KUR supermikro 1,79 persen, dan KUR TKI 0,02 persen.
Sementara itu, realisasi penyaluran subsidi KUR sampai dengan 12 Mei 2023 telah mencapai Rp14,36 triliun. Realisasi tersebut telah mencapai 35,09 persen dari pagu yang sebesar Rp40,935 triliun.
Dari gambaran di atas, kita patut bersyukur, sektor UMKM ternyata tetap mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Apalagi, sejatinya mereka tetap berkontribusi besar menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Tidak itu saja, peran sektor UMKM yang mampu menyerap sejumlah tenaga kerja, banyaknya jumlah unit usaha, capaian kinerja ekspor yang kian impresif, hingga kontribusi yang signifikan terhadap PDB tentu patut diapresiasi.
Bagi pemerintah, pengembangan UMKM turut menjadi necessary condition untuk dapat mengungkit pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, wajar bila pemerintah juga terus mendukung peningkatan daya saing UMKM dan kontribusinya terhadap ekonomi nasional, salah satunya dengan mengkaji dan memperbaiki kebijakan terkait pembiayaan UMKM.
“Saat ini kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia mencapai 61 persen dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional. Diharapkan juga, kontribusi UMKM terhadap ekspor nonmigas yang saat ini baru mencapai 16 persen dapat ditingkatkan,” ungkap Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Terkait dengan kebijakan pembiayaan bagi UMKM tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan akses pembiayaan KUR dengan porsi kredit yang ditargetkan mencapai 30 persen pada 2024.
Selanjutnya, guna mendorong UMKM naik kelas juga diperlukan skema kerja sama antara usaha kecil dan usaha besar sehingga UMKM dapat berkembang dengan peningkatan kuantitas dan kualitas produksi. Bagi perusahaan besar juga dapat meningkatkan profit. Melalui kerja sama yang diiringi dengan peningkatan produktivitas dan kualitas produksi yang baik, UMKM akan lebih mudah menjangkau global value chain (GVC).
Keberpihakan pemerintah terhadap sektor UMKM sangat jelas dan tegas. Bagi pemerintah, keberadaan sektor UMKM saat ini sangat disadari pentingnya bagi pemulihan perekonomian nasional. Harapannya, sejumlah kebijakan pemerintah yang afirmatif terhadap sektor UMKM bisa mendongkrak mereka untuk naik kelas.
Ujung dari semua itu, peran sektor UMKM tetap bisa menjadi penyangga perekonomian Negara.(Indonsia.go.id)