Indeks
Berita  

Banjir Bandang dan Longsor Terjang Sumatera Barat: Sebuah Refleksi dalam Puisi

BUKITTINGGI – Bencana alam adalah fenomena yang tak terelakkan, selalu membawa kerugian baik materi maupun nyawa. Ulah manusia sering kali menjadi pemicu bencana ini, seperti penebangan pohon tanpa kendali, pembakaran hutan, dan kebiasaan membuang sampah sembarangan yang merugikan lingkungan.

Dalam sepekan terakhir, beberapa wilayah di Provinsi Sumatera Barat dilanda musibah banjir bandang lahar dingin dan tanah longsor. Peristiwa ini terjadi pada Sabtu (18/5/2024), menambah daftar panjang bencana alam di Indonesia.

Untuk mengingatkan kita akan pentingnya menjaga alam, berikut adalah beberapa puisi tentang bencana alam, dikutip dari allpoetry.com, poemhunter.com, dan poetrysoup.com.

Bencana Alamku:

Bencana alam, murka alam
Kamu tidak bisa lepas dari jalan destruktif mereka
Itu bisa menjadi tornado
Dengan angin berputar-putar
Mengangkat semua yang ada di jalannya
Berdoa kita hidup untuk melihat hari berikutnya

Mungkin gempa bumi yang kuat dengan deru kerasnya
Dampaknya terlihat seperti sedang berperang
Bangunan runtuh dan jatuh ke tanah
Tumpukan beton menjadi gundukan

Lalu tsunami yang pasti datang
Datang dengan dengungan yang keras
Air mengambil semua yang ada di jalurnya
Seperti yang ditunjukkan alam, itu benar-benar murka

Kemudian badai menjadi begitu kuat, sekarang badai telah lahir

Hujan:

Ibu alam menunjukkan kekuatannya
Hujan telah menyebabkan banjir
Dengan jalanan menjadi dinding lumpur
Lalu ada longsoran salju, dinding salju raksasa
Apa pun di jalurnya menjadi musuh
Gunung berapi yang bergolak
Sebuah sungai lava raksasa, menuruni gunung itu bersinar
Sekarang saatnya kita semua bersiap
Ibu alam bukanlah orang yang berani!

Rintih Bermain Air:

Anak kecil di samping rumah
Dengan ceria bermain air
Menyepak dan menyembur
Berlari dan berenang
Awalnya aku terpukau
Tapi kenyataan berkata lain
Mereka sejatinya tengah merintih
Tertawa dalam tangisan
Pedih, mengiris dan duka
Penyakit mengintai mereka
Berada di sekeliling mereka
Bahwa itu adalah bencana
Bersabarlah, Sayang
Maafkan mereka
Jadilah anak yang setia
Untuk menjaga alam semesta
Kala kau beranjak dewasa
Jangan kau sesali
Aku tahu kau belum mengerti
Aku paham kau masih buta dan tuli
Namun inilah yang terjadi
Jadikan cobaan alam sebagai penyadar diri

Menunggu Hujan:

Sore ini hujan begitu deras
Menghantam bumi dengan ganas
Sementara di seberang jalan
Beberapa anak menari ceria
Menikmati anugerah Yang Kuasa
Padahal, cerita berakhir lain
Di kala hujan reda
Perlahan genangan mengalir jauh
Tanpa komando tanpa patuh
Tanpa iba menghajar yang rapuh
Bagaimana tidak
Tempatnya berlalu telah tertutup
Sebab watak manusia yang enggan
Memberi perhatian terhadap selokan
Maka dari itu
Tak perlu tangisi yang terjadi
Jangan sesali kenyataan ini
Semua takkan terjadi bila manusia peduli
Hingga hujan tiba lagi
Genangan masih mengepung
Mencuri seisi rumah
Menghanyutkan secuil gairah
Dari mereka yang mengharapkan sepercik cerah

Alamku Kecewa:

Siapa yang cipta semua bencana
Jika kalian peka dan merasa
Ada bencana karena campur tangan manusia
Tuhan bilang “Pastinya”
Ulah tangan-tangan serakah
Menantang alam dengan gagah
Timbulkan kerusakan masih kau sanggah
Tutup mata, kau buang salah
Gambaran tamparan Tuhan yang nyata diperlihatkan
Banjir, longsor, kekeringan akibat kerusakan hutan
Tapi kalian masih berani tawar
Semua ini kau anggap wajar
Tak merasa kalau ditampar
Meski bencana datang mengular

Semoga puisi-puisi ini bisa menjadi pengingat akan pentingnya menjaga alam dan mencegah bencana yang disebabkan oleh ulah manusia.

Banjir Bandang dan Longsor Terjang Sumatera Barat: Sebuah Refleksi dalam Puisi

BUKITTINGGI – Bencana alam adalah fenomena yang tak terelakkan, selalu membawa kerugian baik materi maupun nyawa. Ulah manusia sering kali menjadi pemicu bencana ini, seperti penebangan pohon tanpa kendali, pembakaran hutan, dan kebiasaan membuang sampah sembarangan yang merugikan lingkungan.

Dalam sepekan terakhir, beberapa wilayah di Provinsi Sumatera Barat dilanda musibah banjir bandang lahar dingin dan tanah longsor. Peristiwa ini terjadi pada Sabtu (18/5/2024), menambah daftar panjang bencana alam di Indonesia.

Untuk mengingatkan kita akan pentingnya menjaga alam, berikut adalah beberapa puisi tentang bencana alam, dikutip dari allpoetry.com, poemhunter.com, dan poetrysoup.com.

Bencana Alamku:

Bencana alam, murka alam
Kamu tidak bisa lepas dari jalan destruktif mereka
Itu bisa menjadi tornado
Dengan angin berputar-putar
Mengangkat semua yang ada di jalannya
Berdoa kita hidup untuk melihat hari berikutnya

Mungkin gempa bumi yang kuat dengan deru kerasnya
Dampaknya terlihat seperti sedang berperang
Bangunan runtuh dan jatuh ke tanah
Tumpukan beton menjadi gundukan

Lalu tsunami yang pasti datang
Datang dengan dengungan yang keras
Air mengambil semua yang ada di jalurnya
Seperti yang ditunjukkan alam, itu benar-benar murka

Kemudian badai menjadi begitu kuat, sekarang badai telah lahir

Hujan:

Ibu alam menunjukkan kekuatannya
Hujan telah menyebabkan banjir
Dengan jalanan menjadi dinding lumpur
Lalu ada longsoran salju, dinding salju raksasa
Apa pun di jalurnya menjadi musuh
Gunung berapi yang bergolak
Sebuah sungai lava raksasa, menuruni gunung itu bersinar
Sekarang saatnya kita semua bersiap
Ibu alam bukanlah orang yang berani!

Rintih Bermain Air:

Anak kecil di samping rumah
Dengan ceria bermain air
Menyepak dan menyembur
Berlari dan berenang
Awalnya aku terpukau
Tapi kenyataan berkata lain
Mereka sejatinya tengah merintih
Tertawa dalam tangisan
Pedih, mengiris dan duka
Penyakit mengintai mereka
Berada di sekeliling mereka
Bahwa itu adalah bencana
Bersabarlah, Sayang
Maafkan mereka
Jadilah anak yang setia
Untuk menjaga alam semesta
Kala kau beranjak dewasa
Jangan kau sesali
Aku tahu kau belum mengerti
Aku paham kau masih buta dan tuli
Namun inilah yang terjadi
Jadikan cobaan alam sebagai penyadar diri

Menunggu Hujan:

Sore ini hujan begitu deras
Menghantam bumi dengan ganas
Sementara di seberang jalan
Beberapa anak menari ceria
Menikmati anugerah Yang Kuasa
Padahal, cerita berakhir lain
Di kala hujan reda
Perlahan genangan mengalir jauh
Tanpa komando tanpa patuh
Tanpa iba menghajar yang rapuh
Bagaimana tidak
Tempatnya berlalu telah tertutup
Sebab watak manusia yang enggan
Memberi perhatian terhadap selokan
Maka dari itu
Tak perlu tangisi yang terjadi
Jangan sesali kenyataan ini
Semua takkan terjadi bila manusia peduli
Hingga hujan tiba lagi
Genangan masih mengepung
Mencuri seisi rumah
Menghanyutkan secuil gairah
Dari mereka yang mengharapkan sepercik cerah

Alamku Kecewa:

Siapa yang cipta semua bencana
Jika kalian peka dan merasa
Ada bencana karena campur tangan manusia
Tuhan bilang “Pastinya”
Ulah tangan-tangan serakah
Menantang alam dengan gagah
Timbulkan kerusakan masih kau sanggah
Tutup mata, kau buang salah
Gambaran tamparan Tuhan yang nyata diperlihatkan
Banjir, longsor, kekeringan akibat kerusakan hutan
Tapi kalian masih berani tawar
Semua ini kau anggap wajar
Tak merasa kalau ditampar
Meski bencana datang mengular

Semoga puisi-puisi ini bisa menjadi pengingat akan pentingnya menjaga alam dan mencegah bencana yang disebabkan oleh ulah manusia.

Alex Armanca. Jr
Divisi Humas Pro Jurnalismedia Siber (PJS) Bukittinggi

Penulis: Alex Editor: Alex armanca
Exit mobile version